Budaya saparan adalah upacara adat yang dilakukan oleh masyarakat di
Desa Kopeng, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang pada saat bulan Sapar. Tradisi
tersebut sudah dilaksanakan turun-temurun dan dimulai sejak 1918. Pada tahun
tersebut, tepatnya bulan Sapar, wilayah mereka dilanda pagebluk. Untuk
menghindarinya, para orang tua kemudian mengadakan Saparan, yang menjadi
tradisi hingga sekarang.
Saparan
dilaksanakan selama tiga hari dan diisi arak-arak 11 tumpeng besar dari 10 RT
dan satu dari kepala dusun, kendurinan (selamatan desa), makan tumpeng bersama,
wayangan, kethoprak, kuda lumping, dan warok. Hal utama dari tradisi Saparan
ini adalah mohon keselamatan dan ketenteraman sekaligus ungkapan rasa syukur
kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan air Umbul
Songo yang telah menghidupi warga Kopeng dan wilayah sekitar.
Selain memberikan
sesaji di mata air tersebut, warga juga menampilkan semua jenis kesenian. Satu
kesenian yang tidak boleh dilanggar adalah pementasan wayang kulit. Ini wajib
dilaksanakan di seluruh dusun di Kopeng. Setiap rumah biasanya juga menyediakan
berbagai makanan dan jajanan. Tidak ketinggalan makanan khas Kopeng di bulan
Sapar adalah geplak jagung. Makanan khas Kopeng ini hanya muncul pada perayaan
Saparan. Jadi kalau bukan bulan Sapar, makanan ini sulit dijumpai. Siapapun yang
bertamu dan berkunjung kerumah penduduk dipersilahkan untuk menikmati semua
makanan yang telah disediakan, meskipun hanya pengunjung ataupun wisatawan.